Kamis, Agustus 21, 2008

Child Molestation (Pencabulan Pada Anak)


Investigasi dan Aspek Hukum Investigasi

Untuk kepentingan investigasi, maka penyelidikan pada kasus Pedofilia (preferential child molester) digunakan 3 indikator penting yaitu:
• Akses ke anak-anak
• Banyak korban
• Koleksi pornografi atau erotika anak

Dari sini, biasanya kasus pedofilia dapat terungkap.


Aspek Hukum

Sejak tahun 1979 pemerintah telah menetapkan sebuah peraturan untuk meletakkan anak-anak dalam sebuah lembaga proteksi yang cukup aman, yaitu UU No 4 tentang Kesejahteraan Anak yang dengan tegas merumuskan, setiap anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan sampai dengan sesudah dilahirkan. Dalam koridor tersebut, terhadap anak tidak dibenarkan adanya perbuatan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak yang tidak dapat diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat mengakibatkan pembatalan hak asuh orang tua. Langkah pemerintah selanjutnya adalah menetapkan UU Pengadilan Anak (UU No 3 Tahun 1997) yang diharapkan dapat membantu anak yang berada dalam proses hukum tetap untuk mendapatkan hak-haknya. Terakhir, pemerintah menetapkan pula UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang secara tegas pula menggariskan bahwa anak adalah penerus generasi bangsa yang harus dijamin perlindungannya dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Namun meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah disahkan, tetapi pelaksanaan di lapangan belum berjalan seperti yang diharapkan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa diantara penyidik jaksa dan hakim belum adanya kesamaan persepsi dalam menangani kasus yang menyangkut perlindungan anak. Seringkali para jaksa lebih memilih memakai Kitab Undang-Undang hukum pidana daripada menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal Undang-Undang Perlindungan Anak ini diadakan dengan tujuan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang ini memberikan perlindungan yang lebih baik dengan lebih detail dan lex specialis dibandingkan dengan KUHP. Berikut ini pasal UU yang dapat dipakai pada pelaku pencabulan pada anak (termasuk para pedofilia)

Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296.

Pasal 289 KUHP

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 290 KUHP Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
  1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
  2. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin
  3. membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain

Pasal 291 KUHP
  1. Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun
  2. Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 292 KUHP

Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 293 KUHP
  1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyelahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
  2. hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
  3. tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

Pasal 294 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak daibawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
  1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan ornag yang penjagaanya dipercayakan atau diserahkan kepadanya:
  2. Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial yan melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pasal 295 KUHP

Diancam:
  1. penjara paling lama 5 tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak tirinya, anak angkatnya atau anak yang dibwah pengawasannya yang belum cukup umur atau oleh orang yang belum cukup umur pemeliharaannya, pendidikan atau penjaaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain.
  2. pidana penjara paling lama em[at tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 diatas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.
  3. yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.

Pasal 296 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, atau denda palig banyak seribu rupiah


UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pada UU Perlindungan anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82 dan 88

Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 juta rupiah.

Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.

UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Pada UU anti KDRT, tidak ditemukan pasal khusus mengenai pencabulan, namun pasal 46 dan 47 dapat dipakai, namun dalam hal ini bila telah terjadi adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga.

Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada pasal 8 huruf a (pemaksaan hubungan seksual dengan diri sendiri) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.

Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b (dengan orang lain dengan tujuan komersil atau tujuan lain) dipidana dengan pidana penjara 4-15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12 juta atau denda paling banyak Rp 300 juta.


Dapat terlihat disini perbedaan antara hukuman yang diberikan oleh KUHP, UU Perlindungan anak dan UU anti KDRT. Undang-undang Perlindungan Anak dapat memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan KUHP. Misalnya, ada sanksi cukup tinggi berupa hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun dengan denda maksimal Rp 300 juta dan minimal 60 juta tindakan yang berhubungan dengan perkosaan dan pencabulan terhadap anak yang diatur di dalam KUHP.

Sebenarnya sejak tahun 1979 pemerintah telah menetapkan sebuah peraturan untuk meletakkan anak-anak dalam sebuah lembaga proteksi yang cukup aman, yaitu UU No 4 tentang Kesejahteraan Anak yang dengan tegas merumuskan, setiap anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan sampai dengan sesudah dilahirkan. Dalam koridor tersebut, terhadap anak tidak dibenarkan adanya perbuatan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak yang tidak dapat diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat mengakibatkan pembatalan hak asuh orang tua. Langkah pemerintah selanjutnya adalah menetapkan UU Pengadilan Anak (UU No 3 Tahun 1997) yang diharapkan dapat membantu anak yang berada dalam proses hukum tetap untuk mendapatkan hak-haknya.Terakhir, pemerintah menetapkan pula UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang secara tegas pula menggariskan bahwa anak adalah penerus generasi bangsa yang harus dijamin perlindungannya dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi

Contoh lain kasus anak yang dapat menggambarkan bahwa betapa KUHP dinilai kurang adekuat dalam memberikan hukuman adalah dalam kasus perdagangan anak-anak, yang tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan besar di Indonesia. Pasal 297 KUHP yang mengatur masalah ini hanya mengancam dengan vonis maksimal 4 tahun. Padahal di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat kasus seperti ini dianggap sebagai sebuah kejahatan besar dimana pelakunya bisa mendapat vonis penjara di atas 15 tahun. Bahkan berfantasi seksual dengan anak-anak pun dianggap sebagai sebuah kejahatan. Penangkapan besar-besaran di Inggris terhadap sekitar 1200 orang pengunjung situs pornografi anak-anak di internet menunjukkan betapa seriusnya pemerintah negri itu memerangi hal ini.Pemerintah Amerika Serikat pun tidak kalah galaknya, dua orang pengelola situs pornografi anak-anak yaitu Thomas dan Janice Reedy ditangkap oleh pihak federal Amerika Serikat dan diajukan ke pengadilan.Thomas Reedy akhirnya dijatuhi hukuman 1335 tahun untuk 89 tuntutan sementara Janice dihukum selama 14 tahun karena dianggap membantu tindak kejahatan ini.Bahkan FBI secara khusus sempat meminta pemerintah Indonesia untuk mengekstradisi dua orang warga negara Indonesia yang memasok gambar-gambar porno anak-anak, akan tetapi ditolak oleh pemerintah dengan alasan belum ada UU yang mengatur masalah pornografi di Internet.

Begitu pula dengan persetubuhan dengan anak di bawah umur, pasal 287 KUHP hanya mengatur hukuman maksimal 9 tahun (diluar hubungan perkawinan), sementara pasal 288 memberi ancaman hukuman maksimal empat tahun (di dalam hubungan perkawinan, dengan syarat menimbulkan luka).Hal ini diperparah lagi dengan dimasukkannya kasus ini sebagai delik aduan.Padahal di negara liberal seperti Amerika Serikat kasus semacam ini adalah sebuah kejahatan besar yang diancam dengan hukuman minimal 10 tahun. Berdasarkan Undang-undang di Amerika Serikat bersetubuh dengan anak di bawah umur (14-18 tahun) digolongkan sebagai tindak perkosaan (statutory rape) walaupun dilakukan secara sukarela baik di dalam maupun di luar hubungan perkawinan. Pemerintah Filiphina bahkan mengancam dengan hukuman mati untuk tindak perkosaan terhadap anak di bawah umur

Menurut Ketua Women Crisis Centre (WCC) Hamidah Abdurrahman SH MH, jeratan hukum terhadap pelaku tidak bisa sekadar menggunakan KUHP. Ada ketentuan hukum yang lebih spesifik yang mengatur perlindungan anak, yakni UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. ''Khususnya Pasal 80 yang mengancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal tiga tahun dan denda maksimal Rp 300 juta minimal Rp 60 juta bagi orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk untuk melakukan atau membiarkan terjadinya perbuatan cabul.'' Melihat kasus pencabulan itu, lanjutnya, unsur-unsur Pasal 80 sudah terpenuhi. Ketika ditanya mengenai polisi yang menjerat KUHP Pasal 290 yang hanya mengancam tujuh tahun penjara, dosen FH Universitas Pancasakti (UPS) itu menegaskan, UU Perlindungan anak itu lebih bersifat melindungi karena ada ancaman minimal. Adapun, KUHP hanya ancaman maksimal sehingga tidak ada jaminan pelaku akan dihukum sesuai dengan perbuatannya.