Senin, Maret 01, 2010

Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Internasional

Pada dasarnya sumber-sumber hukum formil internasional sebagaimana terdapat dalam pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional juga sumber hukum ekonomi internasional. Menurut pasal tersebut, sumber-sumber yang dimaksud adalah:
1. Perjanjian Internasional
2. Kebiasaan internasional
3. Prinsip-prinsip hukum umum
4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang terpandang di berbagai negara
Namun pada kenyataanya masih ada dimungkinkan adanya sumber-sumber hukum lain yang dalam hal ini disebabkan adanya pendatang hukum baru, yakni produk-produk hukum yang dibentuk oleh organ-organ atau badan-badan organisasi internasional (secondary law).

1. Perjanjian Internasional

Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian (treaty) adalah suatu kesepakatan internasional dalam bentuk tertulis yang diadakan oleh negara-negara dan diatur oleh hukum internasional. Perjajian tersebut dapat tertuang dalam suatu instrument tunggal atau lebih.

Undang-Undang No.24 Tahun 2000, perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Sedangkan karena perjanjian ekonomi internasional adalah perjanjian yang pada umumnya tunduk pada prinsip-prinsip perjanjian internasional maka perjanjian ekonomi internasional pun tunduk pada UU No.24 Tahun 2000 (untuk Indonesia)

Perjanjian internasioanl tidak semata-mata menciptakan hak dan kewajiban di negara-negara tetapi juga antara negara dan organisasi internasional. Secara tidak langsung perjajian internasional juga mengatur hubungan dan kepentingan (ekonomi) individu dengan negaranya.

Masalah-masalah dalam perjajian ekonomi internasional:
  1. Sulitnya koordinasi antara suatu perjajian dengan perjanjian dengan perjajian lainya
  2. Perbedaan penafsiran, kususnya saat terjadi sengketa di antara para pihak terhadap perjanjian tersebut
  3. Masuknya suatu perjanjian ekonomi internasional ke dalam hukum nasional, pada prakteknya tidak ada keseragaman
Pada dasarnya perjajian ekonomi internasional memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
  1. Berpengaruh, tidak saja pada hubungan negara-negara tetapi juga sistem hukum dan politik negara-negara yang menjadi pihak atau peserta pada perjajian tersebut
  2. Umumnya mengatur mengenai kewenangan negara peserta dalam mengatur kebijakan ekonomi dan kepentingan ekonomi, sehingga efektivitas dan kelanjutan dari perjanjian ini bergantung pada pesertanya
  3. Untuk dapat berlaku suatu perjajian haruslah ada terapan di dalam hukum nasional dari negara pesertanya, sehingga efektivitas dari perjajan ini bergangtung pada efektivitas perjajian tersebut
a. Perjajian Bilateral

1) Perjajian Persahabatan, Dagang, Navigasi (FCN - Friendship, Commerce and Navigation)

Perjanjian bilateral ini tumbuh subur di abad pertengan di Eropa. Umumnya perjanjian ini memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  • Hak untuk melakukan bisnis dan untuk bertempat tinggal di negara lain;
  • Perlindungan terhadap individu dan perusahaanya;
  • Hak dan perlakuan khusus terhadap individu dan perusahaanya berkaitan dengan : praktek profesi, pemilikan harta atau kekayaan, paten, pajak, pengurangan pendapatan dan modal, kompetisi dari perusahaan milik negara, ekspropriasi dari atau nasionalisasi, akses ke pengadilan.
  • Perdagangan (pajak dan hambatan kuantitatif);
  • Perkapalan;
  • Penyerahan sengketa berdasarkan perjanjian kepada Mahkamah Internasional

Namun setelah Perang Dunia II, perjanjian FCN cenderung beralih kepada pendirian perusahaan di luar negeri dan hak memajukan penanaman modal swasta. Hal tersebut karena dua sebab : pertama, sebagai akibat langsung dan meningkatnya peranan penanaman modal asing setelah Perang Dunia II dan kedua, karena lahirnya kerangka pengaturan perdagangan GATT.

2) Perjanjian Penanaman Modal Bilateral (BIT – Bilateral Investment Treaty)

Dengan semakin meningkatnya penanam modal dari Amerika setelah Perang Dunia II, pemerintah negara tersebut mengadakan suatu program untuk membuat perjanjian-perjanjian bilateral mengenai persahabatan, perdagangan dan navigasi serta masalah-masalah komersial lainya. Namun upaya ini kemudian menyusut karena negara berkembang umunya merasa skeptis dan segan untuk memberikan jaminan-jaminan perlindungan sebagaimana dalam perjanjian.

Akhinya sebagai pengganti FCN, muncul perkembangan baru di akhir tahun 1990-an yaitu BIT. Awalnya negara-negara eropa mengupayakan perlunya suatu pengaturan penanaman-penanaman modal oleh suatu warga negara di dalm wilayah negara lainya.

Menurut Salacuse, sebab negara-negara eropa lebih sukses dalm mengadakan perjanjian adalah : pertama, sikap negara-negara eropa tidak terlalu menuntut di dalam pengaturaan-pengaturan dan persyaratan BIT dan kedua, adanya hubungan negara-negara eropa dengan bekas koloninya menjadi salah satu pendorong bagi negara-negara ini untuk mengadakan perjanjian-perjanjian penanaman modal dengan bekas penguasa koloninya.

Alasan BIT menjadi pilihan yang populer:
  • Adanya dorongan yang kuat dari warga-warga negara tertentu untuk mengadakan penanaman modal langsung di negara-negara lain. Dengan ini timbul suatu kebutuhan untuk menciptakan suatu kerangka hukum internasional yang stabil untuk mendorong dan melindungi penanam-penanam modal tersebut
  • Hukum Internasional dirasa memberikan sedikit perlindungan hukum kepada investor asing dan tidak memiliki suatu mekanisme yang mengikat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa penanaman modal

Secara umum aturan-aturan dasar dalam BIT sbb:
  • Fair and Equitable Treatment ; tidak memperlakukan diskriminatif dan memberikan perlindungan dan keamanan hukum sebagaimana disyaratkan dalam hukum internasional
  • National Treatment ; negara tuan rumah harus memperlakukan dengan sama terhadap penanaman modal dari mitra dagangnya seperti halnya terhadap penanaman modal yang dilakukan oleh warga negara dan perusahaan-perusahaanya
  • Most-Favoured-Nation Treatment ; umunya memuat aturan dasar MFN, yakni perlakuan yang sama sebagaimana diberlakukan perlakuan terhadap negara ketiga
  • Kombinasi National Treatment dan Most-Favoured-Nation Treatment


b. Perjanjian Ekonomi Regional

Dewasa ini semakin banyak negara mengadakan perjanjian guna membentuk organisasi regional seperti free trade areas atau common markets. Dasar hukum pembentukan organisasi ekonomi regional ini terdapat misalnya dalam Pasal XXIV GATT.


2. Hukum Kebiasaan Internasional

Kebiasan internasional lahir karena dua faktor : pertama, adanya suatu tindakan yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus dan kedua, masyarakat internasional memandang tindakan tersebut sebagai mengikat (opinion juris sive necessitates) 

Menurut Schwarzerberger, hukum kebiasaan internasional mempunya tiga fungsi penting:
  1. Memberi latar belakang dan dasar-dasar bagaimana hukum ekonomi internasional yang sifatnya konsensual harus ditafsirkan
  2. Member berbagai aturan yang mengatur hukum-hukum ekonomi mengenai TORT dalam hukum ekonomi internasional (perbuatan melawan hukum) dan sengketa-sengketa ekonomi
  3. Dengan menggeneralisasi aturan-aturan khusus terhadap pedagang asing, hukum kebiasaan internasional telah meletakan dasar bagi aturan-aturan hukum kebiasaan mengenai kebebasan di laut di waktu damai dan perang, dan aturan-aturan mengenai standar minimum bagi perlakuan terhadap orang asing

3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum

Contoh prinsip hukum umum dalam hukum internasional dan penting juga dalam hukum ekonomi internasional, misalnya; prinsip good faith (iktikad baik) di dalam merundingkan dan melaksanakan perjanjian, prinsip tanggung jawab negara, yaitu manakala suatu negara melakukan tindakan-tindakan yang merugikan negara lain, maka negara tersebut bertanggungjawab atas tindakan-tindakan dan akibat perbuatanya.

4. Putusan Hakim Sebelumnya dan Doktrin

Sifatnya hanya sebagai sumber hukum tambahan yang hanya memiliki kekuatan ”pengaruh” saja bagi pera hakim daam menangani sengketa yang dihadapinya. Sedangkan doktrin peranya pun masih sangat kecil, hal ini disebabkan karena sulitnya para sarjana melepaskan dirinya kepentingan ekonomi negaranya guna menyetujui dan menghasilkan suatu jurisprudensi atau doktrin sebagai sumber hukum tambahan

5. Resolusi
Organisasi-organisasi internasional yang berfungasi mengatur hubungan-hubungan ekonomim juga mengeluarkan cukup banyak resolusi. Namun lagi-lagi tidak jelas mengenai kekuatan sumber ini.
Menurut Hermann Mosler ada banyak yang menentukan apakah suatu resolusi mengikat atau tidak. Misalnya saja, kehendak organisasi yang bersangkutan, muatan prinsip-prinsip yang terdapat dalam resolusi tersebut, dan apakah negara-negara pada umumnya mendukung resolusi tersebut.

6. Keputusan–Keputusan (Decisions) Organisasi Internasional

Pada pokoknya keputusan-keputusan demikian hanya berlaku dan mengikat anggotanya. Bentuk putusan banyak dikeluarkan dalam hal membuat aturan tingkah laku (international norms of conduct).
Peran keputusan ini dalam perkembanganya menjadi cukup penting hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya organisasi internasional yang mengeluarkan keputusan ini guna mengtur hubungan ekonomi internasional.

7. Aturan Tingkah Laku (Codes of Conduct)

Suatu instrument tertulis yang memuat suatu kodifikasi prinsip dan aturan secara sistematis. Dibuat bisanya dalam suatu organisasi untuk mengikat anggotanya. Dan bentuk ini umunya ditempuh oleh organisasi yang khususnya tidak begitu memiliki suatu kelembagaan yang kuat dan tidak begitu memilki ketentuan-ketentuan lengkap guna mencapai tujuan-tujuan organsasi.

Sumber : Adolf, Huala. 2003. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta : Rajawali Pers

Tidak ada komentar: